DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi :
Bab I Pendahuluan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
A. Latar Belakang
B. Pengertian
C. Tujuan
Bab II Prinsip Pengelolaan Program Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA )
A. pelayanan Antenatal
B. Pertolonggan Persalinan
C. Deteksi Dini Ibu Hamil Berisiko
D. Penanganan Komplikasi Kebidanan
E. Pelayanan Kesehatan Neonatal dan Ibu Nifas
Bab III Batasan dan Indikator Pemantauan
A. Batasan
B. Indikator Pemantauan
Bab IV Metoda Analisis Data
A. Cakupan pelayanan KIA
B. Kualitas Pelayanan KIA (mencakup juga AMP)
C. Manajemen Program KIA
D. Peran Serta Masyarakat dalam Program KIA
Bab V Menyelenggarakan pertemuan bulanan untuk membahas hasil PWS KIA.
A. Bidan dengan Dukun bersalin
B. Bidan dengan team Puskesmas
Bab VI Pelembagaan PWS KIA serta peran serta lintas sektoral
A. Advokasi
B. Mekanisme perencanaan P2KT dan Musrenbang ( termasuk dana ADD)
Bab VII Sistem Pencatatan dan Pelaporan KIA
A. Manual
B. Komputerisasi
Lampiran - lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya.
PWS dimulai dengan program Imunisasi yang kemudian juga dikembangkan dengan memasukkan indikator-indikator yang lain khususnya KIA, yang kemudian berkembang menjadi PWS-PWS lainnya, misalnya PWS-KB, PWS Camat, dsb.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator KIA tidak secara cepat dapat menurunkan AKI secara signifikan walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dsb). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data , analisis dan penelusuran data.
Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi
(AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator
status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih
tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI 307 per 100.000
kelahiran hidup, AKB 35 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 20 per 1.000
kelahiran hidup, AKABA 46 per 1.000 kelahiran hidup.
(Catatan : follow up SDKI 2007 bila data sudah keluar data akan diganti)
Dengan
AKI 307/ 100.000 KH berarti bahwa lebih dari 18.000 ibu meninggal per
tahun atau 2 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan
Balita jauh lebih tinggi, dengan AKN 20 / 1.000 KH, AKB 35 / 1.000 KH
dan AKABA 46 / 1.000 KH berarti ada 10 Neonatal, 18 bayi dan 24 Balita
meninggal tiap jam.
Penyebab
langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan
segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu
adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab
tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis / KEK pada
kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada
ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
Menurut
sumber yang sama, penyebab utama kematian Neonatal karena asfiksia
(27%), komplikasi bayi berat lahir rendah (29%), tetanus (10%), masalah
pemberian ASI (10%), dan masalah hematologi (10%). Penyebab kematian
Bayi karena gangguan perinatal (36%), infeksi saluran nafas (28%) dan
diare (9%). Kematian Balita karena penyakit saluran nafas (23%), diare
(13%) dan penyakit syaraf (12%).
Upaya
untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an
melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian
besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun di luar negeri.
Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi
upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI
melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah
pada tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival
(CS) untuk penurunan AKB.
Berdasarkan
kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada tahun
2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya
dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi Balita menurun
sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Hal tersebut berarti
Angka Kematian Ibu dari 390 menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi
dari 68 menjadi 17/1.000 KH, Angka Kematian Balita 97 menjadi 23/1.000
KH pada tahun 2015.
Rencana Strategi Making Pregnancy Safer terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci MPS adalah :
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap
wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Empat strategi MPS adalah :
1. Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi dan Balita di tingkat dasar dan rujukan.
2. Membangun kemitraan yang efektif.
3. Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
4. Meningkatkan Sistem Surveilans, Pembiayaan, Monitoring dan informasi KIA
Rencana Strategi Child Survival (CS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci CS adalah:
1. setiap bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan dasar paripurna
2. setiap bayi dan balita sakit ditangani secara adekwat
3. setiap bayi dan balita tumbuh dan berkembang secara optimal
Empat strategi CS adalah:
1. peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu, [user1] bayi baru lahir dan balita yang berkualitas berdasarkan bukti ilmiah
2. membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta memantapkan koordinasi perencanaan kegiatan MPS & child survival.
3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui kegiatan peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
4. mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita.
Sehubungan
dengan penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan PP 38/2007
(Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah
provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota) dan PP 41/2007
(Pembagian kewenangan…), maka pelaksanaan strategi MPS di daerahpun
diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat.
Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi dan geografi maka
kegiatan dalam program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) perlu disesuaikan. Agar
pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu
pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas
ditingkat kabupaten / kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai
dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja.
Untuk
itu, besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja perlu
dipantau secara terus menerus, agar diperoleh gambaran yang jelas
mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan.
Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah
kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan
masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan
sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS –KIA).
B. Pengertian
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan,
keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi,
bayi, dan balita.
Dengan
manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi
kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh
penanganan yang memadai.
Penyajian
PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang
berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu dalam
memecahkan masalah non teknis misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan
risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak
lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA
dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian,
hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai
untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula
rekapitulasi PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan
kabupaten yang rawan.
C. Tujuan
Tujuan umum PWS KIA adalah :
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah kerja.
Tujuan Khusus :
1. Memantau kemajuan cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator, secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
2. Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dengan pencapaian.
3. Menentukan
urutan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif
berdasarkan besarnya kesenjangan antara target dan pencapaian.
4. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang potensial untuk digunakan.
5. Membangkitkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya.
6. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan KIA.
BAB II
PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA
Pengelolaan
program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu
pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA
dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
1. Peningkatan
pelayanan antenatal bagi seluruh ibu hamil di semua pelayanan kesehatan
dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan kesehatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita di semua fasilitas pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
4. Peningkatan deteksi dini risiko / komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
5. Peningkatan
penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
6. Peningkatan pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.
7. Peningkatan pelayanan KB berkualitas.
8. Peningkatan deteksi dini tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi baru lahir, bayi dan anak balita.
9. Peningkatan penanganan bayi baru lahir dengan komplikasi sesuai standar
A. Pelayanan Antenatal
Pelayanan
antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan
antenatal yang berkualitas adalah yang sesuai dengan standar pelayanan
antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan
(SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin
dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur Tinggi badan.
2. Ukur Tekanan darah.
3. Ukur Tinggi fundus uteri.
4. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
5. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
6. Test laboratorium (rutin dan khusus).
7. Tata laksana kasus.
8. Temu wicara (konseling).
Pemeriksaan
laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula
darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan didaerah
prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku ber-risiko; dilakukan
terhadap HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan
demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut layak
apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar ”7T”
tersebut.
Ditetapkan
pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai
berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar
waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini risiko, pencegahan
dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan antenatal kepada masyarakat adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, perawat dan bidan.
B. Pertolongan Persalinan
Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kompeten, yaitu dokter spesialis
kebidanan, dokter umum dan bidan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter umum dan bidan.
Pada
kenyataan dilapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan, dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan.
Secara bertahap seluruh persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Pencegahan infeksi
- Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
- Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
- Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
- Memberikan pada bayi baru lahir : Vit K 1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B0 (Hep B0).
C. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan
Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam
sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.
Untuk
deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan
pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal
sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu :
· Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam setelah persalinan sampai dengan 7 hari.
· Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan.
· Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.
Pelayanan yang diberikan adalah :
· Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
· Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
· Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
· Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
· Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali (2 x 24 jam).
· Pelayanan KB pasca persalinan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan ibu nifas kepada masyarakat adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, perawat dan bidan.
D. Deteksi Dini dan penanganan risiko / komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir.
Penjaringan
dini kehamilan berisiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan
ibu hamil dengan risiko / komplikasi kebidanan.
Kehamilan
merupakan proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko
untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga
kesehatan dan masyarakat tentang adanya risiko dan komplikasi, serta
penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan
penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya. .
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan skarang kurang dari 2 tahun.
4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau gizi buruk dengan Indeks massa tubuh <>
5. Anemia : Hemoglobin <>
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
8. Sedang
/ pernah menderita penyakit kronis, antara lain: Tuberkulosis, Kelainan
jantung-ginjal-hati, Psikosis, Kelainan endokrin (Diabetes Mellitus,
Sistemik Lupus Eritematosus dll), Tumor dan Keganasan
9. Riwayat
kehamilan buruk: Keguguran berulang, Kehamilan Ektopik Terganggu, Mola
Hidatidosa, Ketuban Pecah Dini, Bayi dengan cacat kongenital
10. Riwayat persalinan berisiko: Persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/ forseps
11. Riwayat nifas berisiko: Perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa nifas, Psikosis post partum (post partum blues)
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
Catatan : Indeks masa tubuh dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (meter).
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
1. Perdarahan pervaginam pada kehamilan: Keguguran, Plasenta Previa, Solusio Plasenta
2. Hipertensi
dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik >140 mmHg,
diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
3. Kelainan jumlah janin: Kehamilan ganda, janin dampit, monster.
4. Kelainan besar janin: Pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
5. Kelainan letak & posisi janin: Lintang/ Oblique, Sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
6. Ancaman persalinan prematur.
7. Ketuban pecah dini.
8. Infeksi berat dalam kehamilan: Demam berdarah, Tifus abdominalis, Sepsis.
9. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
10. Perdarahan pasca persalinan: atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir, kelainan darah.
11. Infeksi masa nifas.
Sebagian
besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi
merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi.
Oleh karenanya Deteksi faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan
maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah
kematian dan kesakitan ibu.
E. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Pelayanan
Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam
sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.
Diperkirakan
sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau
diramalkan sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong
oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi
dan ditangani.
Untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan, maka
diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan
pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari
bidan, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari :
1. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
2. Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan eklampsi)
3. Pencegahan dan penanganan infeksi.
4. Penanganan partus lama/macet.
5. Penanganan abortus.
Sedangkan pelayanan neonatus meliputi :
1. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
2. Pencegahan dan penanganan hipotermia.
3. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
4. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus ringan–sedang
5. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
F. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Kunjungan
neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada
bayi atau bayi mengalami masalah kesehatan. Risiko terbesar kematian
Bayi Baru Lahir terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama
dan bulan pertama kehidupannya.
Sehingga
jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap
tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan neonatal I sekaligus memastikan bahwa
bayi dalam keadaan sehat pada saat bayi pulang atau bidan meninggalkan
bayi jika persalinan di rumah.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan komprehensif, Manajemen Terpadu Bayi Muda untuk bidan/perawat, yang meliputi:
o Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah.
o Perawatan tali pusat
o Pemberian vitamin K1 bila belum diberikan pada saat lahir
o Imunisasi Hep B 0 bila belum diberikan pada saat lahir
o Konseling
terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan
hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA
o Penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan neonatus (bayi berumur 0 - 28 hari) dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Setiap
neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya dua kali pada
minggu pertama, dan satu kali pada minggu kedua setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus:
1. Kunjungan Neonatal hari ke-1 (KN 1):
· Untuk
bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanan dapat dilaksanakan
sebelum bayi pulang dari fasilitas kesehatan (≥ 24 jam).
· Untuk bayi yang lahir di rumah, bila bidan meninggalkan bayi sebelum 24 jam, maka pelayanan dilaksanakan pada 6 - 24 jam setelah lahir.
2. Kunjungan Neonatal hari ke-3 (KN 2):
Pada hari ketiga.
3. Kunjungan Neonatal minggu ke-2 (KN 3)
Pada minggu kedua
G. Pelayanan Kesehatan Bayi
Kunjungan
bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada
bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi:
§ Pemberian imunisasi dasar (BCG, Polio 1-4, DPT-HB 1-3, Campak)
§ Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
§ Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan)
§ Konseling ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI
§ Konseling pencegahan hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
§ Penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan bayi (29 hari-11 bulan) dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.
Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya satu kali
pada triwulan I, satu kali pada triwulan II, satu kali pada triwulan
III dan satu kali pada triwulan IV.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi:
1. Kunjungan bayi antara umur 29 hari– 3 bulan
2. Kunjungan bayi antara umur 3 – 6 bln
3. Kunjungan bayi antara umur 6 – 9 bln
4. Kunjungan bayi antara umur 9 – 11 bln
H. Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal..
Hari
Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan
yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam
rahim kepada kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami
gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan
adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi
pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
Pelayanan
Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit
dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian oleh
dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED,
rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta.
Komplikasi pada neonatus antara lain: Asfiksia,
Kejang, Ikterus, Hipotermia, Asfiksia, Tetanus Neonatorum, Sepsis,
Trauma lahir, BBLR (bayi berat lahir rendah <>
Kebijakan Departemen Kesehatan
dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi neonatus
tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target
setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu
PONED. Puskesmas
PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan serta
fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu
hamil, bersalin dan nifas dan kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan
komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat,
bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/ RS PONEK pada
kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan
RSU kabupaten / kota mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif (PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK,
RSU harus mampu melakukan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan
neonatus level II dan transfusi darah.
Dengan
adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus
komplikasi kebidanan dapat ditangani secara optimal sehingga dapat
mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir
Pelayanan kesehatan anak balita
Lima
tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang
pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana
terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta
pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.
Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Dilain pihak
upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia
dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan
atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan terhadap anak yang berumur 12 - 59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain, yang meliputi :.
1) Pelayanan
pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam Buku KIA/KMS,
dan pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) serta mendapat Vitamin A 2 kali dalam setahun
Pemantauan
pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang
tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus
dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan
2) Pelayanan
SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus,
bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6
bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung
3) Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal 2 kali pertahun.
4) Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
Pelayanan anak balita sakit sesuai standar
H. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan
KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan
menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat
kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan).
Pelayanan
KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan
kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi. Metode kontrasepsi
meliputi:
- KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi).
- Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
- Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai
saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) mencapai 60,3% (SDKI 2002) dan angka ini merupakan
pencapaian tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode
yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil
dan suntik. Menurut data SDKI 2002 akseptor KB yang menggunakan suntik
sebesar 21,1%, pil 15,4 %, AKDR 8,1%, susuk 6%, tubektomi 3%, vasektomi
0,4% dan kondom 0,7%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus
pemakain (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang
terus-menerus. Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan
sasaran pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering
dan banyak).
Untuk
mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan
pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas,
teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu
diterapkan pelayanan yang sesuai standard an variasi pilihan metode KB,
sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan
non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial,
pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis
situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, perawat dan bidan.
BAB III
INDIKATOR PEMANTAUAN
Indikator pemantauan
Indikator
pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator
yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA,
seperti yang diuraikan dalam BAB II.
Indikator pemantauan terdiri dari 2 kelompok yaitu: Indikator pemantauan teknis dan non-teknis.
Sasaran
yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan
prinsip konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi memakai sasaran
provinsi, untuk kabupaten memakai sasaran kabupaten).
I. Indikator Pemantauan Teknis
1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)
Cakupan K1 adalah persentase ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan
Indikator
akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal
serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui :
a. Cacah jiwa : dilakukan pendataan menyeluruh di lapangan (apabila memungkinkan).
b. Proyeksi : dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus 1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk.
Angka
kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir kabupaten /
kota yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik di
kabupaten / kota.
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di desa/kelurahan X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2.000 jiwa, maka:
Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027 (CBR kabupaten Y) x 2.000 = 59,4.
Jadi sasaran ibu hamil di desa/kelurahan X adalah 59 orang.
2. Cakupan pelayanan ibu hamil (cakupan K4)
Adalah
cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai
dengan standar, paling sedikit empat kali disuatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan),
yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di
samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program
KIA.
Rumusnya adalah :
3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)
Dengan
indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program
KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar.
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan menggunakan rumus 1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk.
Angka
kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka tahun terakhir
kabupaten / kota yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat
Statistik di kabupaten / kota.
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu bersalin di desa/kelurahan X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2.000 jiwa, maka:
Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 (CBR kabupaten Y) x 2.000 = 56,7.
Jadi sasaran ibu bersalin di desa/kelurahan X adalah 56 orang.
4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas. Rumus yang digunakan :
5. Penjaringan (deteksi) ibu hamil, bersalin dan nifas dengan risiko/komplikasi oleh masyarakat
Dengan
indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat
dalam melakukan deteksi ibu hamil, bersalin dan nifas dengan
risiko/komplikasi di suatu wilayah.
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
6. Penjaringan (deteksi) ibu hamil, bersalin dan nifas dengan risiko/komplikasi oleh tenaga kesehatan
Dengan
indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh
program KIA dan harus ditindak lanjuti dengan intervensi secara
intensif.
Rumus yang dipergunakan sebagai berikut :
7. Penanganan komplikasi Obsetri (PK)
Indikator
ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan menangani
kasus-kasus gawat-darurat kebidanan pada ibu hamil, bersalin dan nifas
yang kemudian ditindak lanjuti sesuai dengan kewenangannya dan/atau
dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Rumus yang dipergunakan :
8. Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)
Indikator ini menunjukkan
jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif memakai alat dan obat
kontrasepsi (alokon) terus-menerus hingga saat ini untuk menunda,
menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan. Rumus yang
dipergunakan:
Jumlah PUS di dapat dengan cara menghitung dilapangan (cacah jiwa)
9. Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1).
Cakupan KN 1 (Kunjungan Neonatal Pertama) adalah persentase neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 -24 jam setelah lahir pada satu wilayah kerja dan kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Cakupan KN 1=
|
|
X
|
100%
|
Sumber data :
· Jumlah
neonatus mendapatkan pelayanan pada 6-24 jam setelah lahir (KN1)
didapatkan dari SIMPUS (register kohort bayi, LB3, buku KIA, pencatatan
yang berlaku diwilayahnya), SIRS dan praktek swasta.
· Jumlah
sasaran bayi bisa didapatkan dari pendataan riil (sensus) atau dari
perhitungan sasaran bayi setiap tahun dari BPS. Bisa juga dihitung
berdasarkan jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah
tertentu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Crude Birth Rate (CBR) diperoleh dari Kantor Statistik Kabupaten / Kota melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Ã narasi sumber data CBR disamakan dengan maternal.
Contoh
: untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kabupaten
Dumai Propinsi Riau yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka :
Jumlah bayi = 0,0248 (CBR Kabupaten Dumai) x 1500 = 37,2.
Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.
10. Cakupan pelayanan kesehatan neonatus 0 – 28 hari (KN Lengkap).
Cakupan KN Lengkap (Kunjungan Neonatal Lengkap) adalah persentase neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar sedikitnya 3 kali yaitu KN1, KN2, KN3
pada satu wilayah kerja dan kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Cakupan KN Lengkap =
|
|
X
|
100%
|
Sumber data :
· Jumlah
neonatus mendapatkan KN1, KN2, dan KN3 didapatkan dari SIMPUS (register
kohort bayi, LB3, buku KIA, pencatatan yang berlaku diwilayahnya), SIRS
dan praktek swasta.
· Jumlah
sasaran bayi bisa didapatkan dari pendataan riil (sensus) atau dari
perhitungan sasaran bayi setiap tahun dari BPS. Bisa juga dihitung
berdasarkan jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah
tertentu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Crude
Birth Rate (CBR/Angka kelahiran kasar) diperoleh dari Kantor Statistik
Kabupaten / Kota melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Contoh
: untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa X di Kabupaten Y
propinsi Z yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka:
Jumlah bayi = 0,0248 (CBR Kabupaten Y) x 1500 = 37,2.
Jadi sasaran bayi di desa X adalah 37 bayi.
11. Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan).
Cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan) adalah persentase anak balita yang memperoleh pelayanan sesuai standar.
12. Pelay12. Pelayanan kesehatan anak balita sakit
Pelayanan kesehatan anak balita sakit adalah pelayanan kesehatan terhadap anak sakit yang berumur 12 - 59 bulan sesuai standar di fasilitas kesehatan
Cakupan pelayanan anak balita sakit
|
=
|
|
x 100%
|
Jumlah
anak balita adalah jumlah berdasarkan proyeksi BPS tahun 2005 atau
berdasarkan data riil per tahun dari kantor statistik Kabupaten /Kota
Kunjungan anak balita adalah pelayanan kesehatan untuk anak anak balita mulai umur 1 tahun sampai 5 tahun oleh tenaga kesehatan terlatih sesuai standar.
13. Penanganan komplikasi neonatal
Cakupan penanganan komplikasi neonatus adalah persentase neonatus dengan komplikasi yang ditangani sesuai standar di suatu wilayah kerja dan kurun waktu tertentu.
Indikator
ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam menangani
kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti
sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi.
Cara perhitungan :
Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani =
|
|
=
|
100%
|
Sumber data :
· Jumlah
neonatus dengan komplikasi yang ditangani didapatkan dari SIMPUS (rekam
medis, LB1, LB3, buku KIA, pencatatan yang berlaku diwilayahnya), SIRS
dan praktek swasta.
· Jumlah bayi risiko tinggi diperkirakan 15% dari sasaran bayi di satu wilayah kerja dan kurun waktu tertentu.
Contoh : untuk menghitung jumlah bayi risiko tinggi di suatu desa X di Kab Y Propinsi Z yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka :
Jumlah bayi risiko tinggi = 15% x 0,0248 (CBRKab Y) x 1500 = 5,58.
Jadi bayi risiko tinggi di desa X adalah 6 bayi.
14. Cakupan pelayanan kesehatan bayi 29 hari – 12 bulan (Kunjungan bayi).
Cakupan Kunjungan bayi adalah persentase bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna sesuai standar pada satu wilayah kerja dan kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Cakupan Kunjungan Bayi =
|
|
X
|
100%
|
Sumber data :
· Jumlah
bayi memenuhi standar Kunjungan bayi 1, 2, 3 dan 4 didapatkan dari
SIMPUS (register kohort bayi, register imunisasi, gizi, LB3, buku KIA,
pencatatan yang berlaku diwilayahnya), SIRS dan praktek swasta.
· Jumlah
sasaran bayi bisa didapatkan dari pendataan riil (sensus) atau dari
perhitungan sasaran bayi setiap tahun dari BPS. Bisa juga dihitung
berdasarkan jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah
tertentu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Crude
Birth Rate (CBR/Angka kelahiran kasar) diperoleh dari Kantor Statistik
Kabupaten / Kota melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Contoh
: untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa X di Kabupaten Y
propinsi Z yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka:
Jumlah bayi = 0,0248 (CBR Kabupaten Y) x 1500 = 37,2.
Jadi sasaran bayi di desa X adalah 37 bayi.
Indikator
pemantauan program KIA tersebut diatas merupakan indikator yang
digunakan oleh pengelola program KIA, dan disesuaikan dengan kebutuhan
program. Karena itu, indikator itu disebut dengan indikator pemantauan teknis.
II. Indikator Pemantauan non- teknis
Dalam
upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para aparat setempat,
dipergunakan indikator indikator yang terpilih yaitu : :
D. Cakupan K4, yang menggambarkan kualitas pelayanan KIA
E. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN / pernakes), yang menggambarkan tingkat keamanan persalinan
F. Cakupan penanganan komplikasi kebidanan.
G. Cakupan kunjungan nifas.
H. Cakupan pelayanan KB aktif.
I. Cakupan kunjungan neonatus.
J. Cakupan kunjungan bayi.
Penyajian
indikator–indikator tersebut kepada lintas sektor ditujukan sebagai
alat motivasi, informasi dan komunikasi dalam menyampaikan kemajuan
maupun permasalahan operasional program KIA, sehingga para aparat dapat
memahami program KIA dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Indikator
pemantauan ini dapat dipergunakan dalam berbagai pertemuan lintas
sektor di semua tingkat administrasi pemerintah secara berkala dan
disajikan setiap bulan, untuk melihat kemajuan suatu wilayah. Bagi
wilayah yang cakupannya masih rendah diharapkan lintas sektor dapat
menindak lanjuti sesuai kebutuhan dengan menggerakkan masyarakat dan
menggali sumber daya setempat yang diperlukan.
Bab IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA KIA
A. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam PWS KIA adalah Data Sasaran dan Data Pelayanan. Proses pengumpulan data sasaran sebagai berikut:
1. Data Sasaran.
Data
primer diperoleh dengan saat Bidan memulai pekerjaan di desa/kelurahan.
Seorang Bidan dibantu para kader dan dukun bersalin / bayi, diminta
membuat peta wilayah kerjanya yang mencakup denah jalan, rumah; serta
setiap waktu memperbaiki peta tersebut dengan data baru tentang adanya
ibu yang hamil, bayi baru lahir dan anak balita.
Gambar peta desa/kelurahan.
Data
diperoleh BdD dari para kader dan dukun bayi yang melakukan pendataan
ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan anak balita diberikan buku KIA dan
stiker P4K.
Selain
itu data sasaran juga dapat diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder
yang berasal dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada
di wilayah kerjanya.
Gambar Stiker P4K
2. Data Pelayanan
Bidan
di Desa/kelurahan (BdD) mencatat semua detail pelayanan KIA di dalam
buku Kohort Ibu, kohort bayi, kohort balita, kartu ibu dan
buku KIA. BdD harus terus menerus memeriksa dan mengisi buku-buku
tersebut, untuk mengetahui kondisi dan permasalahan yang ditemukan pada
para ibu dan anak di desa/kelurahan tersebut, antara lain nama dan
alamat ibu yang tidak datang memeriksakan dirinya pada jadwal yang
seharusnya, imunisasi yang belum diterima para ibu, penimbangan anak dan
lain lain.
Selain
hal tersebut Bidan juga perlu mengumpulkan data sekunder yang berasal
dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada di wilayah
kerjanya.
Gambar lembar buku kohort?
B. Pengolahan Data
Setiap
bulan BdD mengolah data yang tercantum dalam buku kohort dan dijadikan
sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas
menerima laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi
laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan, yang disebut PWS
KIA. Informasi per desa/kelurahan dan per kecamatan tersebut disajikan
dalam bentuk grafik PWS KIA, yang harus dibuat oleh tiap BdD dan Bidan
Koordinator.
Contoh Gambar grafik PWS KIA
Langkah pengolahan data adalah: Pembersihan data, Validasi dan Pengelompokan.
· Pembersihan data: melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang tersedia
· Validasi: melihat kebenaran dan ketepatan data
· Pengelompokan: sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan
Contoh:
Pembersihan data:
Melakukan koreksi terhadap laporan yang masuk dari Bidan di
desa/kelurahan mengenai duplikasi nama, duplikasi alamat, catatan ibu
langsung di K4 tanpa melewati K1.
Validasi:
Mecocokkan apabila ternyata K4 & K1 lebih besar daripada jumlah ibu
hamil, jumlah ibu bersalin lebih besar daripada ibu hamil.
Pengelompokan:
Mengelompokkan ibu hamil anemi berdasarkan desa/kelurahan untuk
persiapan intervensi, ibu hamil dengan KEK untuk persiapan intervensi.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk: Narasi, Tabulasi, Grafik, Peta
Narasi:
dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah kerja,
misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi terkait.
Tabulasi: dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk lampiran.
Grafik:
dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan antar waktu,
antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan dalam
bentuk grafik.
Peta: dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan gambaran geografis.
Untuk Puskesmas yang sudah menggunakan komputer
untuk mengolah data KIA, maka data dari kohort bidan di desa/kelurahan,
sudah dimasukkan kedalam komputer, sehingga proses pengolahan data oleh
bidan di desa/kelurahan dan bidan koordinator Puskesmas akan terbantu
dan lebih cepat.
C. CARA MEMBUAT GRAFIK PWS KIA
PWS
KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai,
yang juga menggambarkan pencapaian tiap desa/kelurahan dalam tiap bulan.
Dengan demikian tiap bulannya dibuat 13 grafik, yaitu :
- Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-1 (K1).
- Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-4 (K4).
- Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn).
- Grafik cakupan kunjungan nifas lengkap (KFl).
- Grafik cakupan pelayanan KB (CPR).
- Grafik penanganan komplikasi obsetrik (PK).
- Grafik penjaringan ibu hamil dengan risiko/komplikasi oleh masyarakat (PRm).
- Grafik cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1).
- Grafik cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN).
- Grafik penanganan komplikasi neonatal (NK).
- Grafik cakupan kunjungan bayi (KBy).
- Grafik cakupan pelayanan balita (KBal).
- Grafik cakupan pelayanan anak balita sakit (BS).
Semuanya
itu dipakai untuk alat pemantauan program KIA, sedangkan grafik cakupan
K1, K4, dan grafik cakupan PN, seperti telah diuraikan dalam Bab III,
dapat dimanfaatkan juga untuk alat motivasi dan komunikasi lintas
sektor.
Di
bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS KIA untuk tingkat
puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk semua desa/kelurahan.
Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA :
- Penyiapan data
Data
yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh dari
catatan ibu hamil per desa/kelurahan, register kegiatan harian,
register kohort ibu dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per
desa/kelurahan, catatan posyandu, laporan dari bidan / dokter praktik
swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah :
· Data cakupan per desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama
Misalnya:
untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di wilayah kerja puskesmas
X, maka diperlukan data cakupan K4 desa/kelurahan A, desa/kelurahan B,
desa/kelurahan C, dst pada bulan Juni.
Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah:
· Data cakupan per bulan
Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai korelasi misalnya:
· K1, K4 dan Pn
- Pembuatan Grafik.
· Grafik Antar Wilayah ++++> PR
Sebagai Contoh grafik cakupan K1 bulan Juni 2008 di puskesmas X.
Indikator
|
Desa/kelurahan A
|
Desa/kelurahan B
|
Desa/kelurahan C
|
Desa/kelurahan D
|
Puskesmas X
|
K1 Kumulatif
| | | | | |
K1 Juni 2008
|
40%
|
30%
|
50%
|
60%
| |
K1 Mei 2008
| | | | | |
>>>>> Grafik
- Perhitungan untuk cakupan K1 (akses)
Pencapaian kumulatif per desa/kelurahan adalah :
|
|
- Penggambaran grafik PWS KIA.
Langkah
– langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS KIA (dengan
menggunakan contoh indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut :
- Menentukan target rata – rata per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertical (sumbu Y).
Misalnya
: target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam 1 tahun ditentukan
100 % (garis a), maka sasaran rata – rata setiap bulan adalah :
|
12 bln
Dengan demikian, maka sasaran pencapaian kumulatif sampai dengan bulan Juni adalah (6 x 8,3 %) = 50,0% (garis b).
- Hasil
perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 per desa/kelurahan
sampai dengan bulan Juni dimasukkan ke dalam jalur % kumulatif
secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah
kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk
puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir (lihat contoh
grafik).
- Nama
desa/kelurahan bersangkutan dituliskan pada lajur desa/kelurahan,
sesuai dengan cakupan kumulatif maing – masing desa/kelurahan
yang dituliskan pada butir b diatas.
- Hasil
perhitungan pencapaian pada bulan ini (Juni) dan bulan lalu (Mei)
untuk tiap desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masing –
masing.
Gambar
anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila pencapaian
cakupan bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka digambar anak panah
yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih
rendah dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan
kebawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap / sama gambarkan dengan
tanda (-).
· Grafik antar Waktu
· Grafik antar Indikator
Cara perhitungan untuk ketujuh indikator yang lainnya sama dengan perhitungan diatas.
BAB V
ANALISIS DAN TINDAK LANJUT
Analisis adalah …………………………………..
Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis lanjut sesuai dengan tingkatan penggunaannya.
A. Analisis Sederhana
Analisis
ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah terhadap target
dan kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini bermanfaat
untuk mengetahui desa/kelurahan mana yang paling memerlukan perhatian
dan tindak lanjut yang harus dilakukan.
Contoh analisis sederhana
Analisis
dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan Juni
2008 dapat digambarkan dalam matriks seperti dibawah ini.
Desa/kelurahan
|
Cakupan terhadap target
|
Terhadap cakupan bulan lalu
|
Status Desa/kelurahan
|
|
Diatas Dibawah
|
Naik Turun Tetap
| |
A
B
C
D
E
|
+
+
+
+
+
|
+
+
+
+
+
|
Baik
Baik
Kurang
Cukup
Jelek
|
Dari matriks diatas dapat dismpulkan adanya 4 macam status cakupan desa/kelurahan, yaitu :
1. Status baik.
Adalah
desa/kelurahan dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan
Juni 2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat
atau tetap jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu.
Desa/kelurahan-desa/kelurahan ini adalah desa/kelurahan A dan
desa/kelurahan B. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka
desa/kelurahan-desa/kelurahan tersebut akan mencapai atau melebihi
target tahunan yang ditentukan.
2. Status kurang.
Adalah
desa/kelurahan dengan cakupan diatas target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah
desa/kelurahan C, yang perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan
lalu ini hanya 5% (lebih kecil dari cakupan bulan minimal 7,5%). Jika
cakupan terus menurun , maka desa/kelurahan tersebut tidak akan mencapai
target tahunan yang ditentukan.
3. Status cukup.
Adalah
desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah
desa/kelurahan D, yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya
tidak lebih daripada cakupan bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana , maka desa/kelurahan ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4. Status jelek.
Adalah
desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan dengan
bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah desa/kelurahan E,
yang perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan
selanjutnya dapat ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal agar dapat
mengejar kekurangan target sampai bulan Juni, sehingga dapat pula
mencapai target tahunan yang ditentukan.
2. Analisis Lanjut
Analisis
ini dilakukan dengan cara membandingkan variable tertentu dengan
variable terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar
variable yang dimaksud.
Contoh analisis lanjut
Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa/kelurahan
|
Cakupan K1
|
Cakupan K4
|
Cakupan Pn
|
Keterangan
|
A
B
C
D
E
|
70 %
85 %
|
60 %
70 %
|
50 %
|
DO K4
DO Pn
|
Apabila
Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah tersebut
bermasalah dan perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut.
Drop
Out tersebut dapat disebabkan karena ibu yang kontak pertama (K1)
dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan.
Sehingga diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang
lebih intensive.
- Rencana tindak lanjut.
Bagi
kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan
suatu keptusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas.
Keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk rencana operasional
jangka pendek untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai
dengan spesifikasi daerah mengikuti skema seperti dibawah ini :
(catatan : contohnya adalah memberikan saran kepada petugas lapangan untuk mencari ibu hamil yang tidak memeriksakan diri)
SKEMA ALTERNATIF TINDAK LANJUT (ALT)
Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait :
- Bagi
desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola
penyelenggaraan pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa
penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain perbaikan mutu
pelayanan.
- Bagi
desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek,
perlu prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
- Intervensi
yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus
dibicarakan dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas dan/atau rapat
dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari
kabupaten/kota).
- Intervensi
yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan
mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat
koordinasi kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota
(untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
BAB VI
PELEMBAGAAN PWS KIA
Pelembagaan
PWS KIA adalah pemanfaatan PWS KIA secara teratur dan terus menerus
pada semua siklus pengambilan keputusan untuk memantau penyelenggaraan
program KIA, di semua tingkatan administrasi pemerintah, baik yang
bersifat teknis program maupun yang bersifat koordinatif non-teknis dan
lintas sektoral.
Pada akhirnya pemanfaatan PWS KIA harus merupakan bagian integral dari manajemen operasional program KIA sehari-hari. Dalam suatu pertemuan di Jakarta pada tahun 1989, Bapak Menteri Kesehatan menyatakan :
“Dari
pengamatan saya selama ini, PWS sangat sesuai dengan kebutuhan kita
sebagai alat pemantau sederhana bagi program imunisasi. Konsep tersebut
dapat juga diterapkan untuk program – program lain. Maka saya
instruksikan kepada semua Kepala Dinas Kes untuk melembagakan pemakaian
PWS tersebut, dalam penyelenggaraan program-program.
Disamping
itu, telah diterbitkan pula surat edaran Menteri Dalam Negeri No.
440/1300/PUOD tanggal 10 April 1990, kepada semua Gubernur KDH dan semua
Bupati/Walikotamadya seluruh Indonesia untuk mendukung pelaksanaan PWS.
Dalam surat tersebut dilampirkan pula Diagram PWS seperti dibawah ini :
BERDASARKAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PUOD
NOMOR : 440/1300/PUOD
TANGGAL : 10 APRIL 1990
DIAGRAM
“PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT”
BAGI IMUNISASI
Langkah – langkah pelembagaan PWS KIA menggunakan pola yang sama
|
Sesuai
PP No. 34 th 2004 tentang Otonomi Daerah diharapkan pelembagaan PWS KIA
dilakukan mulai tingkat desa, kabupaten/kota sehingga PWS KIA dapat
dijadikan bahan masukan musrenbang desa dan kabupaten/kota.
Langkah – langkah dalam pelembagaan PWS KIA
Dalam upaya pelembagaan PWS KIA dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penunjukkan petugas pengolahan data di tiap tingkatan, untuk menjaga kelancaran pengumpulan data.
-. Data hasil kegiatan dikumpulkan oleh puskesmas ditabulasikan kemudian dikirimkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
-. Di
puskesmas disusun PWS KIA tingkat puskesmas (per desa/kelurahan) dan di
dinas kesehatan kabupaten/kota disusun PWS KIA tingkat kabupaten/kota
(per puskesmas).
2. Pemanfaatan pertemuan lintas program.
Penyajian
PWS KIA pada pertemuan teknis bulanan ditingkat puskesmas (mini
lokakarya) dan kabupaten/kota (pertemuan bulanan dinas kesehatan
kabupaten/kota), untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai,
identifikasi masalah, merencanakan perbaikan serta menyusun rencana
operasional periode berikutnya. Pada pertemuan tersebut wilayah yang
berhasil diminta untuk mempresentasikan upayanya.
3. Pemantauan PWS KIA untuk meyakinkan lintas sektoral.
PWS
disajikan serta didiskusikan pada pertemuan lintas sektoral ditingkat
kecamatan dan kabupaten / kota, untuk mendapatkan dukungan dalam
pemecahan masalah dan agar masalah operasional yang dihadapi dapat
dipahami bersama, terutama yang berkaitan dengan motivasi dan
penggerakan masyarakat sasaran.
4. Pemanfaatan PWS KIA sebagai bahan Musrenbang desa dan kabupaten/kota
Musrenbang
adalah suatu proses perencanaan di tingkat desa dan kabupaten/kota.
Bidan di desa dapat memberikan masukan berdasarkan hasil PWS KIA kepada
tim musrenbang
Pembinaan melalui supervisi
Supervisi
yang terarah dan berkelanjutan merupakan system pembinaan yang efektif
bagi pelembagaan PWS. Dalam pelaksanaannya supervisi dilaksanakan dengan
pengisian checklist yang akan digunakan dalam supervisi ditingkat
puskesmas dan kabupaten, untuk kemudian dianalisis dan ditindaklanjuti.
BAB VII
SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pengumpulan
dan pengelolaan data merupakan kegiatan pokok dari PWS KIA. Data yang
dicatat per desa/kelurahan dan kemudian dikumpulkan di tingkat puskesmas
akan dilaporkan sesuai jenjang administrasi.
A. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah :
Data sasaran :
= jumlah seluruh ibu hamil
= jumlah seluruh ibu bersalin
= jumlah seluruh ibu nifas
= jumlah seluruh bayi
= jumlah seluruh anak balita
= jumlah seluruh PUS
Data pelayanan :
= jumlah K1
= jumlah K4
= jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
= jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF1, KF2, KF3) oleh tenaga kesehatan
= jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan risiko/komplikasi yang dideteksi oleh
masyarakat
= jumlah kasus komplikasi obsetri yang ditangani
= jumlah peserta KB aktif
= jumlah bayi baru lahir yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6 -24 jam
= jumlah bayi baru lahir yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap (KN1, KN2 dan KN 3)
= jumlah bayi baru lahir dengan komplikasi yang ditangani
= jumlah bayi 29 hari – 12 bulan yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 4 kali
= jumlah anak balita (12 – 59 bulan) yang mendapatkan pelayanan kesehatan
= jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan kesehatan
B. Sumber data
Data
sasaran berasal dari hasil pendataan setempat. Bila angka tersebut tak
tersedia, atau diragukan, maka perkiraan jumlah sasaran dapat dihitung
menurut rumus seperti yang telah diuraikan dalam BAB III.
Data pelayanan pada umumnya berasal dari :
- Register kohort ibu
- Register kohort bayi
- Register kohort anak balita
- Register kohort KB
Lampiran – Lampiran
PROSES PENERAPAN PWS KIA
Proses
yang perlu dilakukan dalam penerapan PWS KIA dimulai dengan
langkah-langkah persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan diikuti dengan
tindak lanjut sesuai kebutuhan.
A. Persiapan
1. Pertemuan di tingkat Propinsi
· Pertemuan sosialisasi/reorientasi
Pertemuan
ini merupakan pertemuan persiapan, dan dapat berupa rangkaian pertemuan
dengan tujuan yang saling melengkapi, yaitu untuk :
A. Menyamakan persepsi mengenai PWS KIA
B. Menentukan kebijaksanaan propinsi dalam pelaksanaan PWS KIA
C. Merencanakan Fasilitasi tingkat kabupaten / kota dan puskesmas
D. Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan, dll
Pihak yang terlibat meliputi :
A. Subdinas/Bidang yang menangani KIA
B. Subdinas/Bidang yang menangani Puskesmas dan RS
C. Subdinas/Bidang yang menangani Pengendalian Penyakit
Pertemuan ini dilaksanakan satu kali
· Memfasilitasi kab/kota : untuk memberikan bantuan teknis, bentuknya adalah kunjungan ke lapangan atau pertemuan di Propinsi. Pelaksanaan 2x per tahun
· Evaluasi /Tindak lanjut : menilai kemajuan cakupan program KIA, merencanakan kegiatan hasil dari analisa. Pelaksanaan pertemuan 1x pertahun
2. .Pertemuan di tingkat Kab/kota
· Pertemuan sosialisasi/ Reorientasi
· Menfasilitasi puskesmas
· Analisa tindak lanjut
3. Pertemuan di puskesmas
· Minilokakarya : Puskesmas mengatur alur data KIA
· Menfasilitasi bidan desa
· Implementasi PWS KIA : Pengumpulan, pengolahan, analisis data
Bidan bekerjasama dengan kader, dukun dan masyarakat sesuai dengan Bab IV
· Tindak lanjut
4. Fasilitasi Petugas Kabupaten / Kota
Petugas
kabupaten dibekali untuk dapat memfasilitasi petugas puskesmas. Peserta
terdiri dari unsur-unsur lain dari dinas kesehatan kabupaten/kota
seperti ; Yankes, Pengendalian Penyakit.
Setiap kali fasilitasi, sebaiknya peserta tidak lebih dari 30 orang.
Materi fasilitasi : - Pedoman PWS KIA
E. Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar
F. Kebijaksanaan Program KIA
G. Perencanaan pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
5. Pelatihan Petugas Puskesmas
Pelatihan petugas kesehatan mengenai PWS KIA ini diikuti oleh :
H. Kepala Puskesmas
I. Pengelola Program KIA
J. Petugas SP2TP
K. Pelatihnya adalah petugas dari kabupaten dan propinsi yang dilatih
6. Pertemuan dengan unit kesehatan swasta dan RSU
Pertemuan
ini penting karena PWS KIA mempunyai pendekatan wilayah. Dengan
demikian semua pelayanan KIA dari fasilitas pelayanan di luar puskesmas
pun perlu dilibatkan agar dapat diketahui cakupan pelayanan KIA oleh
tenaga kesehatan.
B. Pelaksanaan
Pelaksanaan PWS KIA dimulai di kabupaten, yaitu melalui :
1. Pertemuan di kabupaten / kota
Pertemuan yang diperlukan adalah :
L. Pertemuan intern kesehatan, yang dihadiri oleh para kepala seksi terkait di lingkungan dinas kesehatan / kota, serta puskesmas.
M. Pertemuan lintas sektor, yang dihadiri oleh sektor terkait di tingkat kabupaten dan kecamatan.
Pertemuan
ini bertujuan memberikan informasi mengenai PWS KIA, rencana yang akan
dilakukan dan peran masing – masing yang diharapkan.
2. Pertemuan di puskesmas
Pertemuan
ini dapat disatukan dengan mini lokakarya, yang merupakan pertemuan
rutin bulanan di puskesmas. Semua staf yang memberikan pelayanan KIA
dilatih PWS KIA, dan disusun rencana tindak lanjut.
3. Pertemuan di tingkat kecamatan
Pertemuan
bulanan berupa rapat koordinasi dapat dipakai untuk menginformasikan
mengenai PWS KIA non-teknis. Hadir dalam pertemuan tersebut biasanya
adalah kepala desa/kelurahan, tim penggerak PKK desa/kelurahan,
puskesmas dan lintas sektor.
C. Pemantauan
Pemantauan kegiatan PWS KIA dapat dilakukan melalui bagan terlampir :
1. Tingkat Kabupaten / Kota :
N. Laporan puskesmas
O. Laporan RS
P. Laporan yankes swasta
2. Tingkat Puskesmas :
Q. Sarana pencatatan PWS KIA (kohort ibu, kohort bayi, dll)
R. Laporan yankes swasta
S. Kunjungan ke desa/kelurahan yang statusnya jelek
Bagian Alur Data Pelayanan KIA Untuk PWS – KIA Di Tingkat Puskesmas
CARA MENDAPATKAN DATA : IBU HAMIL, PERSALINAN, NIFAS, NEONATAL, BAYI, BALITA DAN PUS
Umpan Balik :
Umpan Balik dari puskesmas 1 bulan sekali
Umpan Balik dari kabupaten / kota 1 bulan sekali
Umpan Balik dari propinsi 6 bulan sekali
Umpan Balik dari pusat 1 tahun sekali
|
|
|
|
Catatan : BILA YANG DIPAKAI REGISTER KOHORT IBU, MAKA IKHTISAR PERSALINAN MASUK PULA REGISTER KOHORT IBU.
Bagian Alur Data Pelayanan KIA untuk PWS – KIA Di Tingkat Kabupaten / Kota
Bagian Alur Data Pelayanan KIA untuk PWS – KIA Di Tingkat Kabupaten / Kota
Bagian Alur Data Pelayanan KIA untuk PWS KIA Di tingkat Propinsi
D. Pelaporan
Data dari tingkat puskesmas dikumpulkan dan kemudian diolah. Hasilnya dimasukkan ke dalam format 1 seperti di bawah ini.
Format
1 merupakan rekapitulasi cakupan (indikator PWS KIA) dari tiap
desa/kelurahan, yang juga berfungsi sebagai laporan untuk dikirimkan ke
dinas kesehatan kabupaten / kota. Laporan ini dikirimkan setiap bulan,
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
Dinas
kesehatan kabupaten / kota membuat rekapitulasi laporan puskesmas
(Format 1) dengan menggunakan Format 2, untuk dikirimkan ke Propinsi
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
Selanjutnya,
Propinsi membuat rekapitulasi laporan kabupaten dalam Format 3, untuk
dikirimkan ke pusat. Laporan ini dikirimkan ke pusat setiap triwulan,
paling lambat satu bulan setelah triwulan tersebut berakhir.
Lampiran CBR
ANGKA KELAHIRAN KASAR (CBR)
MENURUT PROPINSI
No.
|
PROPINSI
|
CBR TAHUN 2000
|
1
|
2
|
3
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
|
N. ACEH DARUSSALAM
SUMATERA UTARA
SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUAMATERA SELATAN
BENGKULU
LAMPUNG
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
D.I. YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BALI
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGGARA
MALUKU
PAPUA
|
0.0228
0.0238
0.0218
0.0248
0.0252
0.0236
0.0254
0.0219
0.0216
0.0226
0.0199
0.0169
0.0174
0.0181
0.0270
0.0252
0.0236
0.0247
0.0224
0.0241
0.0209
0.0244
0.0229
0.0248
0.0214
0.0278
|
|
INDONESIA
|
0.0220
|
Keterangan :
- Kolom 3 : Indikator Kesejahteraan Anak Tahun 2001 (BPS)
- CBR : Jumlah kelahiran bayi selama setahun /1000 penduduk
HUBUNGAN T.E.K DAN PROGRA M DI LAPANGAN
Langganan:
Entri (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar